Senin, 26 November 2012

SBY: Belum Lulus Ujian Jika Kita Tidak Bisa Hidup dengan Perbedaan

Bogor, Jawa Barat: Demokrasi di negara multikultural seperti Indonesia menghadapi tantangan untuk memastikan demokrasi tersebut tetap stabil, salah satunya bagaimana menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. "Di Indonesia, pemilu dan pergantian kepemimpinan dilaksanakan secara reguler, demokratis, dan damai. Hukum dan keadilan harus ditegakkan dan terbentuk tata kepemerintahan yang baik," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden SBY menyampaikan hal ini pada bagian lain pidatonya pada puncak acara The 4th World Peace Forum di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (25/11) siang. Tantangan khusus dalam demokrasi multikultural, lanjut Presiden, adalah perbedaan yang timbul bukan karena ideologi, kepentingan, dan platform politik, tetapi juga benturan yang berangkat dari identitas. "untuk Indonesia, kita menghadapi tiga tantangan untuk diselesaikan," ujar Presiden. Ketiga tantangan tersebut adalah pertama, demokrasi yang masih dalam tahap pematangan. Kedua, keberagaman identitas, sehingga demokrasi kita semakin kompleks. Terakhir, proses politik ini menjadi panjang dan kompleks. "Indonesia sebagai bangsa yang majemuk harus menjawab tantangan demokrasi itu sendiri. Indonesia bisa membicarakan prinsip-prinsip dasar yang boleh dianut agar kehidupan demokrasi semakin damai," SBY menambahkan. Menurut Presiden SBY, dalam demokrasi multibudaya semua pihak harus menerima segala perbedaan, termasuk perbedaan yang berasal dari identitas awal. "Belum lulus ujian kita jika hidup dengan masyarakat yang berbeda agamanya dan kita tidak bisa berhubungan dengan baik," kata Presiden SBY. Pandangan dan aspirasi dari suara terbanyak memang harus diterima, namun kita tidak boleh mengabaikan suara dari kaum minoritas dari idenditas kaum yang berbeda. "Setiap pihak harus membangun budaya untuk menyelesaikan segala pertentangan secara damai dan menghindari cara-cara yang uncivilized, seperti cara kekerasan," SBY menegaskan. Selanjutnya, penggunaan hak dan kebebasan tidaklah sampai pada kategori menghina, melecehkan, dan menistakan nilai atau simbol identitias yang lain. Diperlukan tenggang rasa dan saling menjaga perasaan dan bagi para pimpinan politik dan tokoh masyarakat. "Untuk kepentingan bangsa, marilah kita berpikir untuk kepentingan bersama di atas kepentingan identitas kelompok manapun," Presiden mengingatkan. "Untuk menjaaga ketenteraman, stabilitas, dan keberlanjutan demokrasi multibudaya sangat diperlukan sikap, pandangan, dan teladan. Prinsip dan norma ini juga berlaku bagi masyarakat internasional. Dunia harus memiliki demokrasi yang adil. Dunia bukan hanya milik yang kuat, tetapi milik semua. Kita harus mengutamakan diplomasi untuk sebuah solusi damai," Presiden SBY menegaskan.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More